Sabtu, 28 Oktober 2017

ADAB TERHADAP KEDUA ORANG TUA



ADAB TERHADAP KEDUA ORANG TUA

Seorang muslim percaya akan adanya hak kedua orangtua terhadap dirinya serta kewajiban berbakti, menaati dan berbuat baik terhadap keduanya. Tidak hanya karena mereka berdua menjadi sebab keberadaannya, atau karena mereka telah memberikan perlakuan baik terhadapnya dan memenuhi kebutuhannya, tapi juga karena Allah ‘Azza Wa Jalla telah menetapkan kewajiban atas anak untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orangtuanya, bahkan Allah menyebutkan kewajiban berbakti kepada orangtua setelah penyebutan kewajiban terhadap-Nya yang merupakan ibadah kepada-Nya semata, tanpa kepada yang selain-Nya, sebagaimana Firman-Nya,
“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan , “Ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendakanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua mendidik aku waktu kecil’.” (Al-Isra’: 23-24).
Dan Firman-Nya,
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyampihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kembalimu.” (Luqman: 14)
Ketika Rasulullah SAW ditanya oleh seorang laiki-laki,
“Siapakah orang yang paling berhak mendapatkan baktiku?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu.’  Ia bertanya lagi, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Kemudian bapakmumu.”[1]
Beliau juga telah bersabda,
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas kalian  durhaka terhadap ibu-ibu kalian, tidak memberi kepada yang membutuhkan, mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan dan Allah membenci adanya ucapan-ucapan yang tidak jelas sumber dan kebenarannya pada kalian, banyak bertanya-tanya dan menyia-nyiakan hartanya.”[2]
Dalam sabda lainnya disebutkan,
“Maukah kalian aku beritahuakan tentang dosa besar yang paling besar?” Para sahabat menjawab, “Tentu wahai Rasulullah,” Beliau bersaba, “Mempersekututkan Allah, durhaka terhadap kedua orang tua,” saat itu beliau sedang bersandar, lalu beliau duduk, Kemudian melanjutkan , “Ingatlah, dan perkataan dusta serta persaksian palsu, ingatlah, dan perkataan dusta serta persaksisan palsu.” Beliau terus mengulang-ngulangnya sampai Abu Bakrah bergumam, “Mudah-mudahan beliau diam”[3]
Dalam sabda lainnya disebutkan,
“Seorang anak tidaklah dapat membalas (jasa) orangtuanya kecuali apabila ia mendapatinya sebagai budak lalu ia membelinya kemudian memerdekakannya.”[4]
Abdullah bin Mas’ud RA berkata,
“Aku bertanya kepada Nabi SAW, ’Amal apakah yang paling dicintai Allah Ta’ala?’ Beliau menjawab, ‘Berbakti kepada kedua orangtua.’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Jihad di jalan Allah’.[5]
Pernah suatu ketika seorang laki-laki menghapiri beliau dan meminta izin untuk berjihad, beliau bertanya,
Apakah kedua orangtuamu masih hidup?” Laki-laki itu menjawab, “Ya.” Beliau bersabda, “(Kalau begitu) berjihadlah (dengan berbakti) pada keduanya.”[6]
“Seorang laki-laki dari kaum Anshar datang lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, masih adakah yang tersisa kewajiban baktiku terhadap kedua orangtuaku yang harus aku lakuakan setelah mereka meninggal?’ Beliau menjawab, ‘Ada, yaitu empat hal: Mendoakan keduanya, memohonkan amounan bagi keduanya, melaksanakan janji keduanya, menghormati teman-teman keduanya dan menyambung tali persaudaraan (silaturahim) yang tidak ada hubungan rahim denganmu kecuali melalui keduanya, itulah sisa bakti yang harus kau lakukan terhadap keduanya setelah mereka meninggal dunia.”[7]
Beliau pun telah bersabda,
“sesungguhnya di antara sebaik-baik adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga teman dekat ayahnya setelah meninggalnya.”[8]
Jika seorang Muslim mengakui hak-hak terhadap kedua orangtuanya dan melaksanakannya dengan sempurna dalam rangka menaati Allah Ta’ala dan melaksanakan wasiat-Nya, maka di samping itu ia pun berkewajiban memuliakan kedua orangtuanya dengan adab-adab berikut:
1.    Mematuhi setiap yang diperintahkan atau dilarang oleh keduanya dalam hal-hal yang bukan kemaksiatan terhadap Allah Ta’ala dan tidak menyelisihi syariat-Nya, karena tidak boleh menaati makhluk dalam bermaksiat terhadap Allah, hal ini berdasarkan Firman Allah Ta’ala
“Dan jika keduanya memaksamu untuk memersekutukan-Ku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergilah keduanya di dunia dengan baik.” (Luqman: 15)
Dan sabda Rasulullah SAW,
Kewajiban taat itu hanya dalam hal kebaikan”[9]
Serta sabdanya,
“Tidak ada (kewajiban) taat bagi makhluk dalam kemaksiatan terhadap Khaliq (Allah).”[10]
2.    Memuliakan dan mengagungkan keduanya; bersikap santun terhadap keduanya, menghormati keduanya dengan perkataan dan perbuatan, tidak menghardik keduanya dan tidak mengangkat suara terhadap mereka, (jika berjalan bersama, maka) tidak berjalan di depan mereka, tidak lebih mengutamakan istri dan anak daripada keduanya, tidak memanggil mereka dengan nama mereka tapi dengan panggilan ‘ayah’ dan ‘ibu’ serta tidak berpergian kecuali dengan izin dan kerelaan mereka.
3.    Berbuat baik terhadap keduanya dengan segala sesuatu yang mampu dilakukan, seperti memberi makanan, pakaian, mengobat dan mencegah marabahaya serta mempertaruhkan jiwa untuk melindungi mereka.
4.    Menyambung hubungan silaturahim yang tidak ada hubungan rahim kecuali melalui mereka berdua, mendoakan dan memohonkan ampun bagi keduanya serta melaksanakan janji keduanya dan menghormati teman-teman mereka.

[1] Muttafaq ‘alaih; al-Bukhari, no. 5971; Muslim, no. 2548.
[2] Muttafaq ‘alaih; al-Bukhari, no. 2408; Muslim, no. 593.
[3] Muttafaq ‘alaih; al-Bukhari, no. 6919; Muslim, no. 87.
[4] Muttafaq ‘alaih; Muslim, no. 1510.
[5] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 5970.
[6] Muttafaq ‘alaih; al-Bukhari, no. 3004; Muslim, no. 2549.
[7] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no.5142.
[8] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2552.
[9] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1840.
[10] Diriwayatkan ole ath-Thabrani dalam al-Kabir, 18/170.


 
Sumber: MINHAJUL MUSLIM oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jaza‘iri

1 komentar:

Font Arabic Pilihan untuk Desain Islami yang Elegan dan Modern

                                Foto:  pixelshot Pemilihan font sangat menentukan nuansa dan pesan dari suatu karya visual. Untuk desain yan...